Sedimentologi

March 16, 2017
Yuwono Wikan Driyogo
A. Sedimen
Pipkin (1977) dalam Siswanto (2007) mendefinisikan sedimen adalah batuan, mineral atau material organik yang ditransportasikan dari berbagai sumber dan jarak lalu didepositkan oleh udara, angin, es, dan air. Sedimen lain diendapkan dari materi yang melayang dalam air atau dalam bentuk kimia, pada suatu tempat 

B. Sedimentasi
Pettijohn (1975)  mendefinisikan sedimentasi sebagai proses pembentukan sedimen atau batuan sedimen yang diakibatkan oleh mengendapnya material pembentuk  atau asalnya pada suatu tempat yang disebut dengan lingkungan pengendapan. Lingkungan itu berupa sungai, muara, danau, delta, estuaria, laut dangkal sampai laut dalam. Sedimentasi akan berhubungan dengan lingkungan pengendapannya. 
Lingkungan pengendapan merupakan bagian dari permukaan bumi dimana proses fisik, kimia, dan biologi berbeda dengan daerah yang berbatasan dengannya. Jadi lingkungan pengendapan merupakan suatu lingkungan tempat terkumpulnya material sedimen yang dipengaruhi oleh aspek fisik, kimia, dan biologi yang dapat mempengaruhi karakteristik sedimen yang dihasilkannya (Selley, 1985).
Proses sedimentasi
Sedangkan Soemarto (1995) mengatakan bahwa sedimentasi merupakan suatu proses pengendapan material yang ditranspor oleh media air, angin, es, atau gletser di suatu cekungan. Delta yang terdapat di mulut-mulut sungai adalah hasil dan proses pengendapan material-material yang diangkut oleh air sungai, sedangkan bukit pasir (sand dunes) yang terdapat di gurun dan di tepi pantai adalah pengendapan dari material-material yang diangkut oleh angin. 
Proses tersebut terjadi terus menerus, seperti batuan hasil pelapukan secara berangsur diangkut ke tempat lain oleh tenaga air, angin, dan gletser. Air mengalir di permukaan tanah atau sungai membawa batuan halus baik terapung, melayang atau digeser di dasar sungai menuju tempat yang lebih rendah. Hembusan angin juga bisa mengangkat debu, pasir, bahkan bahan  material yang lebih besar. Makin kuat hembusan itu, makin besar pula daya angkutnya.
Secara umum dikenal 3 lingkungan pengendapan, lingkungan darat transisi, dan laut. Dalam proses sedimentasi, zat-zat yang masuk ke laut berakhir menjadi sedimen. Dalam hal ini zat yang ada terlibat proses biologi dan kimia yang terjadi sepanjang kedalaman laut. Sebelum mencapai dasar laut dan menjadi sedimen, zat tersebut melayang-layang di dalam laut. 
Setelah mencapai dasar lautpun, sedimen tidak diam, namun sedimen akan terganggu ketika hewan laut dalam mencari makan. Sebagian sedimen mengalami erosi dan tersuspensi kembali oleh arus bawah sebelum kemudian jatuh kembali dan tertimbun. Terjadi reaksi kimia antara butir-butir mineral dan air laut sepanjang perjalannya ke dasar laut dan reaksi tetap berlangsung penimbunan, yaitu ketika air laut terperangkap diantara butiran mineral.
Sebagian besar dasar laut yang dalam ditutupi oleh jenis partikel-partikel yang berukuran kecil yang terdiri dari sedimen halus, sedangkan hampir semua pantai ditutupi oleh jenis partikel-partikel yang berukuran besar yang terdiri dari sedimen kasar (Hutabarat dan Evans, 1985).
Proses sedimentasi meliputi proses erosi, angkutan (transportation), pengendapan (deposition), dan pemadatan (compaction) dari sedimen itu sendiri. Dimana proses ini berjalan sangat kompleks, dimulai dari jatuhnya hujan yang menghasilkan energi kinetik yang merupakan permulaan dari proses erosi. Begitu tanah menjadi partikel halus lalu menggelinding bersama aliran, sebagian tertinggal di atas tanah sedangkan bagian lainnya masuk kesungai terbawa aliran menjadi angkutan sedimen (Soewarno, 1991).
Kapasitas angkutan sedimen pada penampang memanjang sungai adalah besaran sedimen yang lewat penampang tersebut dalam satuan waktu tertentu. Terjadinya penggerusan, pengendapan atau mengalami angkutan seimbang perlu diketahui kuantitas sedimen yang terangkut dalam proses tersebut. Sungai disebut dalam keadaan seimbang jika kapasitas sedimen yang masuk pada suatu penampang memanjang sungai sama dengan kapasitas sedimen yang keluar dalam satuan waktu tertentu.
Pengendapan terjadi dimana kapasitas sedimen yang masuk lebih besar dari kapasitas sedimen seimbang dalam satuan waktu. Sedangkan penggerusan adalah suatu keadaan dimana kapasitas sedimen yang masuk lebih kecil dari kapasitas sedimen seimbang dalam satuan waktu (Saud, 2008)
Sedimentasi perairan sungai
proses sedimentasi 
C. Jenis Sedimen
Menurut Kennet (1992) sedimen yang di jumpai di dasar lautan dapat berasal dari beberapa sumber dan dapat dibedakan menjadi empat jenis, yaitu:
  1. Sedimen Lithogeneous  :  Sedimen lithougeneous adalah sedimen yang berasal dari erosi pantai dan material hasil erosi daerah up land. Material sedimen sampai ke dasar laut melalui proses mekanik, yaitu tertranspor oleh arus sungai dan atau arus laut dan akan terendapkan. Sedimen ini merupakan hasil sisa dari pemecahan batuan yang telah ada (igneous, metamorfik, dan sedimen) dan hasil dari erupsi vulkanis. Sedimen jenis ini ditransportasikan oleh sungai dan juga es serta angin kemudian disebarkan lagi oleh arus dan gelombang. 
  2. Sedimen Biogeneous  :  Biogeneous sedimen yaitu sedimen yang bersumber dari sisa-sisa organisme yang hidup seperti cangkang dan rangka biota laut serta bahan-bahan organik yang mengalami dekomposisi. Sedimen biogenous tersebar luar di dasar perairan, dan menutupi sekitar setengah dari daerah paparan dan pada dasar laut dalam menutupi lebih dari setengah luasnya (sekitar 55%). Sekitar 30% dari jumlah keseluruhan sedimen lautan yang terendap dapat disebut juga sebagai sedimen biogenous meskipun sedimen tersebut juga memiliki campuran lithogenous.
  3. Sedimen Hydrogenous  :  Hydrogenous sedimen yaitu sedimen yang terbentuk karena adanya reaksi kimia di dalam air laut dan membentuk partikel yang tidak larut dalam air laut sehingga akan tenggelam ke dasar laut, sebagai contoh dan sedimen jenis ini adalah magnetit, phosphorit, dan glaukonit.
  4. Sedimen Comsmogenous  :  Cosmogenous sedimen yaitu sedimen yang bersal dari berbagai sumber dan masuk ke laut melalui jalur media udara/angin. Sedimen jenis ini dapat bersumber dari luar angkasa, aktifitas gunung api atau berbagai partikel darat yang terbawa angin. Material yang bersal dari luar angkasa merupakan sisa-sisa meteorik yang meledak di atmosfir dan jatuh di laut.
    Pengendapan terjadi dimana kapasitas sedimen yang masuk lebih besar dari kapasitas sedimen seimbang dalam satuan waktu. Sedangkan penggerusan adalah suatu keadaan dimana kapasitas sedimen yang masuk lebih kecil dari kapasitas sedimen seimbang dalam satuan waktu (Saud, 2008).

D. Klasifikasi Sedimen
Ukuran butir sedimen memiliki kisaran yang sangat luas sehingga dibutuhkan klasifikasi untuk memudahkan penamaannya. Pengelompokan tersebut didasarkan pada ukuran butir penyusun fraksi sedimen. 
Secara garis besar ukuran butir sedimen klastik diklasifikasikan menjadi kelompok krakal (gravel), pasir (sand), lanau (silt), dan lempung (clay). Klasifikasi yang digunakan dalam penamaan butir sedimen dikenal dengan skala Wenthworth seperti yang ditunjukkan tabel di bawah :

E. Karakteristik Sedimen

Sedimen bisa dibedakan menurut sifat-sifat alami yang dimilikinya, misal : ukuran butir, densitas, kecepatan jatuh, komposisi, porositas, bentuk, dan sebagainya. Berbagai fenomena yang terjadi pada sedimen salah satunya adalah sedimen yang terangkut sebagai suspensi pada suatu kolom air (Poerbandono dan Djunarsjah, E. 2005).

Sedimen pantai berasal dari hasil erosi sungai, erosi tebing pantai, dan erosi batuan dasar laut, sebagian besar justru berasal dari sungai yang bermuara di sekitar pantai dan memberikan suplai relatif besar (±90%) terhadap transpor sedimen di pantai. Sumber sedimen laut bisa berasal dari angin, vulkanik, dan masukan yang berasal dari sungai. Sedimen laut sebagian besar dihasilkan dari pelapukan batuan didaratan (Siebold dan Berger, 1993).

Pengukuran sedimen yang terangkut ini dilakukan dengan mengambil contoh air dari suatu kolom pengukuran. Pengambilan sampel ini dapat menggunakan trap atau bottle sampler. Pengambilan sampel sedimen dapat pula dilakukan dengan menggunakan pump sampler untuk mengamati perubahan atau dinamika konsentrasi sedimen dalam selang waktu pengamatan. Pengambilan sampel sedimen suspensi ini ditujuan untuk mengetahui konsentrasi sedimen atau material padat lainnya yang diangkut oleh arus. Konsentrasi sedimen dapat dinyatakan secara absolut dalam Kg/m3 (Poerbandono dan Djunarsjah, E. 2005).
Sedimen dapat dibedakan berdasarkan ukur butir dalam Skala Wentworth yang diklasifikasikan dari partikel yang terkecil sampai partikel yang terbesar, menjadi lempung, lanau, pasir, kerikil, koral (pebble), cobble, dan batu (boulder) (Dean dan Dalrymple, 2004).
F.  Sedimen Suspensi

Sedimen suspensi secara fisik terdiri dari partikel-partikel lanau (silt) dan lempung (clay) yang berada pada suatu ikatan suspensi dalam periode waktu yang sangat lama.

Dyer dalam Supratman et al., (2004) berpendapat bahwa sedimen suspensi dapat berasal dari butiran tanah yang bersifat granular atau tanah kohesif. Untuk sedimen kohesif, daya tarik menarik antar partikel merupakan fungsi ukuran partikel, komposisi partikel dan sifat kimia fisika air. Pada kondisi kritis, partikel sedimen terpelihara dalam kondisi suspensi akibat pertukaran momentum dari fluida kepada partikel sedimen. Selain itu sumber sedimen pantai juga dapat berasal dari daratan badan pantai di daerah hulu sungai. (Davis, 1992)

Alat penangkap sedimen tersuspensi
Zat padat tersuspensi (Total Suspended Solid) adalah semua zat padat (pasir, lumpur, dan tanah liat) atau partikel-partikel yang tersuspensi dalam air dan dapat berupa komponen hidup (biotik) seperti fitoplankton, zooplankton, bakteri, fungi, ataupun komponen mati (abiotik) seperti detritus dan partikel-partikel anorganik (Permana, 1994).
Masuknya padatan tersuspensi ke dalam perairan dapat menimbulkan kekeruhan air. Hal ini menyebabkan menurunnya laju fotosintesis fitoplankton, sehingga produktivitas primer perairan menurun, yang pada gilirannya menyebabkan terganggunya keseluruhan rantai makanan. Kekuatan dasar untuk mentranspor muatan tersuspensi adalah aliran turbulensi. Partikel tersuspensi dalam air disebut dengan suspensi aqueous. Beberapa muatan tersuspensi aqueous secara aktif saling menukar muatan (pasir halus, lanau dan lempung) dengan substrat (Rifardi, 2008).
Chester (1990)  menggambarkan secara umum sumber-sumber material tersuspensi yang dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

  • Dari aliran sungai berupa hasil pelapukan, material padat, oksihidroksida dan bahan pencemar.
  • Dari atmosfer yang berupa debu-debu atau debu yang melayang.
  • Dari estuari berupa hasil flokulasi, presipitasi sedimen dan produksi biologis organisme estuari.
  • Dari laut berupa sedimen anorganik yang terbentuk di laut dan sedimen biogenous dari sisa rangka organisme dan bahan organik yang lain

6.  Muatan Sedimen

Beban sedimen yang diangkut melewati suatu penampang alur sungai terdiri atas beban bilas (wash load), beban layang (suspended load), dan beban alas (bed load). Beban bila terdiri atas partikel-partikel yang sangat halus dan koloid, yang mengendap sangat lambat meskipun dalam air tenang sekalipun. Jenis bahan ini didapatkan dari bahan alas (bed material) dalam jumlah yang sangat sedikit, atau jumlahnya sangat terbatas.
Beban layang dan beban alas kadang-kadang dikelompokkan bersama dan disebut beban bahan alas (bed material load), karena terbentuk oleh partikel-partikel yang terdapat pada bahan alas (bed material) dalam jumlah yang besar (Soemarto, 1995). Berdasarkan distribusi vertikal sedimen untuk muatan dasar terletak pada dasar sungai sedangkan muatan layang persentasenya lebih besarterletak di atas muatan dasar. Total sediment load (muatan sedimen) adalah akumulasi dari semua jenis sedimen yang masuk pada bagian outlet atau aliran sungai yang dapat digambarkan sebagai berikut.
Total muatan dasar yang masuk sebagai bagian dari sungai.

Baca Juga : Definisi Plankton

Baca Juga : Pencemaran laut, Seputar Oseanografi

Sumber  :

  • Koesoemadinata, R.P., 1985, Prinsip-prinsip Sedimentasi, Jurusan Geologi,Institut Teknologi Bandung, Bandung
  • Siswanto, AD. 2004. Kajian Laju Sedimentasi dan perubahan garis pantai di perairan Delta Bodri, Kabupaten Kendal. Skripsi. Ilmu Kelautan, FPIK-Undip.Semarang.
  • Pettijohn F. J. 1975. Sedimentary Rocks: Harper & Row Publishers, New YorkEvanston-San Fransisco-London.
  • Selley,R.C., 1985, Ancient Sedimentary Environments, Third Edition. Cornell University Press, New York
  • Soemarto,C.D. 1995. Hidrologi Teknik. Penerbit Erlangga : Jakarta
  • Hutabarat, S dan SM. Evans. 1985. Pengantar Oseanografi. Universitas IndonesiaPress.Jakarta
  • Soewarno, 1995, Hidrologi Aplikasi Metode Statistik Untuk Analisa Data, Nova, Bandung. 
  • Saud, l. 2008. Jurnal Prediksi Sedimentasi Kali Mas Surabaya. Fakultas Teknik Sipil ITS : Surabaya
  • Poerbondono dan E. Djunasjah. 2005. Survei Hidrografi. Refika Aditama. Bandung.
  • Siebold, E. and W.H. Berger. 1993. The Sea Floor. An Introduction to Marine Geology. Second Edition. Springer- Verlag Berlin. Jerman. 350 hlm. 
  • Dean, R.G. & Dalrymple, R.A., 2004. Coastal Process with Engineering Applications. Cambridge University Press
  • Davis, George H., 1984, Structural Geology of Rocks and Regions, John wiley and Sons Inc. New York.
  • Permana, R. 2009. Studi Histopatologi Pada Ikan Arwana Super Red Scleropages formosus. [Skripsi]. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor, Bogor
  • Chester, R. 1990. Marine Geochemistry. Unwin Hyman Ltd. London. 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Copyright © Driyogo.com
Designed & Optimized by AriefSEO 2022
Kontak WA